Senin, 20 Agustus 2018

Etika dan protokoler

Berbicara tentang santun dan protokoler merupakan bagian terpenting dalam suatu negara berdaulat dan ketatanegaraannya. Sering dikatakan bahwa simbol suatu negara merupakan prilaku dan tindakan kepala negara dan keluarganya.
Presiden atau kepala negara dalam kegiatan melaksanakan pemerintahannya di hadapi oleh sistem etika dan protokoler dibalik setiap tindakan dan ucapannya baik itu dari menyampaikan kepada masyarakat maupun ketika berbicara dengan kepala negara lain.
Banyak hal yang harus dijaga oleh presiden dan keluarganya.Hal itu karena presiden dan keluarga simbol negara dan kehormatan dan kewibawaan.
Tidak gampang dan sembarangan presiden dan keluarga keluar aturan yang mengikatnya.
Contoh
Seorang presiden sebelum melakukan kunjungan ke suatu daerah maka tidak begitu saja dilakukan akan tetapi dilakukan clearing tempat dan penjajakan baik itu dari pengamanan presiden maupun protokolernya Istana presiden begitu juga halnya anak isteri presiden.
Presiden dan keluarga harus menjaga etika dan protokoler selama dia memegang pemerintahan secara ketat dan sistim matis aturan yang mengikatnya.
Sangat memalukan apabila tindakan presiden konyol misalnya melakukan perjamuan istana memakai pakaian yang tidak pantas kelaziman Jamuan kenegaraan atau mungkin presiden memakai celana pendek dalam istana.
Contoh hal yang menarik ketika presiden dimundurkan oleh MPR dan waktu presiden Gus Dur pidato keluar istana memakai celana pendek mungkin kalau di liat etika dan protokoler kurang baik karena pada saat sebelum penyerahan kekuasaan beliau masih diatur akan protokoler.
Dan tindakan ucapan atau perkataan yang multi tafsir akan melahirkan polemik apabila kata kata tersebut kurang enak seperti ajakan atau seruan mengajak orang lain bertindak anarkis.
Hal hal tersebut yang harus dijaga oleh seorang kepala negara.
Aturan aturan yang melekat pada diri seorang kepala harua sesuai dengan etika dan protokoler sehingga bila dilakukan bahwa kewibawan dan kehormatan negara sudah ditegakkan.

Kamis, 02 Agustus 2018

Salah dan keliru kah Sistem politik kita

Salah  dan keliru kah sistem politik kita
By Ismail Ahmad ( Ketua Isra Institute )

Membaca judul tema diatas tentu saja pasti ada yang bertanya tanya  dan kontra bila politik kita saat ini bukan sebuah bentuk demokrasi seutuhnya akan tetapi politik yang dibangun merupakan kepentingan sebuah kelompok atau dinasti keluarga.
Pertanyaan mungkin tidak sedap dan elok kalau dikatakan bahwa politik Indonesia itu sebagai politik kelompok dan dinasti namun kenyataan bisa dikatakan kemungkinan iya atau tidak.
Diera saat ini kalau kita cermati secara utuh pesta demokrasi baik pemilihan anggota dewan atau kepala daerah jika diamati bahwa perjalanan politik kita tidak sesuai keinginan dan cita cita para pendiri bangsa ini dari sejak proklamasi kemerdekaan sampai reformasi melahirkan pemimpin saat ini.
Kekeliruan dan kesalahan sistem politik adalah antara presidensil dan parlementer yang tidak konsisten yang ingin diterapkan oleh bangsa Indonesia
Sebenarnya ketika Indonesia dibentuk ada dua pemikiran yang terbangun pada saat penyusunan konstitusi kita antara pemikiran oleh founding Father kita yang memperoleh pendidikan yang diwakili oleh Muhammad Hatta dan Muhammad Yamin dengan Ir Soekarno dan tokoh pergerakan yang lahir dan dibesar oleh pola pendidikan belanda dan pendidikan Islam.
Ada tiga kutub dalam hal ini pemikiran pederalisme  dan nasionalisme serta pemikiran yang lahir dari ajaran Islam.
Untuk menyatukan tiga kutub ini tidaklah gampang walaupun dari piagam Jakarta sampai Pancasila sebagai haluan berbangsa dan negara dalam melaksanakan sistem politik bangsa Indonesia.
Harus bagaimana seharusnya sistem politik kita agar tidak keliru? Tentu saja menjawab ini sudah banyak kajian dan riset yang dilakukan oleh para pakar untuk membangun formulasi sistem politik kita namun semua itu yang dijadikan oleh pakar referensinya adalah model politik amerika sentris dan contoh model bangsa eropa.
Seharusnya agar tidak kekisruhan dalam politik kita harusnya kita kembali sistem  adanya lembaga tertinggi negara dan tinggi negara yang mewakili semua golongan bukan seperti sekarang semua rumusan dihasilkan dengan cara apapun yang dilakukan agar kepentingan kelompok atau golongan diatas kepentingan kebersamaan dan kemufakatan yang dilandasi oleh suara kepentingan masyarakat

Dengan demikian kekeliruan yang saat ini terjadi harus selesai tahun 2019 sehingga parlemen yang akan datang harus melahirkan gagasan yang sesuai dengan wawasan dan pandangan para pendiri bangsa ini terutama pemikiran Bung Hatta dan lain lain agar bangsa ini tidak berpolemik semi presidensial dan parlementer.

Rabu, 01 Agustus 2018

Tupai dan lebah dari kacamata politisi

Tupai dan lebahnya politisi

Tupai dan lebah terkadang menarik untuk dianalogikan tapi tidak menarik dan tidak etis kalau seorang politisi sejati.
Tupai pandai melompat pasti akan jatuh sedangkan politisi bermain akrobat seperti tupai tentu yang dicari keserakahan dan ketamakan akan kekuasaan.
Lebah selalu makan yang baik dan meninggalkan hasil yang baik bila politisi sejati berwatak lebah maka akan selalu dikenang akan gerak langkahnya.
Sekarang banyak yang mau jadi politisi baik itu pengusaha atau profesional berebut mendapatkan sertifikat sebagai seorang penguasa atau legaslatif namun tidak mau belajar dan memahami politisi itu sendiri
Dalam berpolitik seorang politisi harus cerdik berkosa kata menjual dialektika rumor dan isu berkembang dan mampu membangun komunikasi bukan jarak.
Banyak politisi setengah jalan satu periode kemudian selanjutnya tidak terpilih dikarenakan menjadi politisi sekedar gegabah dan ikut ikutan.
Kemampuan politisi ditentukan:
1 Strategi
2.mampu berpolemik
3.menguasai isu isu yang cantik
4 komunikasi
5 membuka diri membangun sinergitas